Tahun 2013 lalu, dunia hiburan heboh dengan terobosan film sci-fi space thriller berjudul Gravity yang dibintangi oleh Sandra Bullock dan George Clooney. Bagaimana tidak, dengan setting yang seperti ‘itu-itu saja’ ditambah dengan dominasi one-girl-show, film ini sukses besar di mata penikmat film. Berlanjut ke tahun 2014, kemegahan film tentang luar angkasa penuh teka-teki berjudul Interstellar yang digarap Nolan benar-benar menjadi gebrakan dan kepuasan bagi penontonnya. Sampai di sini, mungkin banyak yang berfikir jika film-film tentang luar angkasa makin memiliki standar yang tinggi untuk dapat dinikmati.
Namun rupanya tidak berhenti sampai di situ saja. Tahun ini, lagi-lagi penyuka film dengan setting luar angkasa kembali mendapatkan suguhan menarik. Film The Martian (2015) yang diusung oleh Ridley Scott mencoba menghadirkan kehidupan luar angkasa yang seperti menjawab banyak angan-angan manusia. Dibintangi oleh nama besar Matt Damon, Jessica Chastain, Chiwetel Ejiofor dan sederet nama besar lain, ditambah dengan budget yang fantastis, film The Martian seperti berharap dapat mengejar kesuksesan pendahulunya.
Review Cerita Film The Martian (2015)
Mungkin kita selalu bertanya-tanya (atau setidaknya saya), bagaimana jika misalkan ada orang yang ke planet di luar angkasa atau ke bulan, lalu kemudian pesawat luar angkasa mereka rusak. Si astronot harus tinggal di planet tak dikenal, bertahan hidup dan hanya berharap ada pertolongan yang membawa mereka pulang. Pertanyaan tersebut yang kemudian menjadi plot cerita dari film The Martian ini.
Sekelompok tim penjelajah Mars yang dipimpin oleh Captain Lewis (Jessica Chastain) terpaksa harus membatalkan misi mereka karena badai Mars yang datang lebih cepat dari perhitungan mereka. Sayangnya, dalam proses evakuasi dari planet tersebut, salah seorang anggota mereka, Mark Watney (Matt Damon) mengalami kecelakaan dan dianggap telah meninggal dunia. Dalam keadaan terdesak, mereka akhirnya meninggalkan Mars dan ‘jasad’ Watney di planet tersebut.
Untungnya, Watney tidak benar-benar tewas. Ada beberapa hal yang membuat ia mampu selamat dari kecelakaan tersebut. Namun sialnya, hal tersebut membuat ia menjadi satu-satunya orang yang tertinggal di Planet Mars. Planet yang tidak ada kehidupan, tanpa ada orang lain dan tanpa alat komunikasi. Dan dari sini kemudian si ahli botani ini mencoba untuk bertahan hidup, berharap bumi akan melihatnya dan menjemputnya dari Mars!
Perjalanan Watney dalam bertahan hidup ini yang kemudian menjadi cerita menarik untuk dijual oleh Ridley Scott ke penonton. Mungkin terdengar membosankan jika Watney hanya akan bertahan dan berusaha agar tidak mati. Namun cerita yang diangkat dari novel tulisan Andy Weir tidaklah sesederhana itu. Perjuangan Watney untuk diketahui keberadaannya oleh Bumi dan rekan-rekannya serta usahanya untuk menaklukkan keganasan mars menjadikan setiap scene film ini menarik untuk ditonton.
Film The Martian semakin menghibur karena Ridley berhasil memasukkan lelucon yang mengundang penonton tertawa terbahak-bahak di tengah keharuan perjuangan Watney. Dan semakin komplit film ini ketika berbagai ilmu sains, botani dan astrodinamika ikut bermain dalam cerita. Meski tak serumit Interstellar, tapi hal ini membuat film The Martian makin lebih mudah untuk dinikmati.
Overall, untuk film luar angkasa, mungkin film ini mengisi celah antara Gravity dan Interstellar. Saya tidak menyebutkan yang satu lebih baik dari lainnya, karena ketiganya memiliki kelebihan masing-masing. Namun kalau kamu penikmat film luar angkasa dan juga menyukai film-film tentang bertahan hidup, The Martian adalah film yang harus kamu tonton. Nilai 8.6/10 rasanya cukup menggambarkan kepuasan saya menonton film ini!
Walah, aku belum nonton film ini. Banyak yang ngasih jempol buat alur film ini ya.
iya, filmnya memang bagus kok
🙂