Waktu sudah menunjukkan pukul 03.38 dini hari, nyaris pagi. Mataku masih terbuka lebar, pikiranku jauh berlarian dan dada terasa seperti ada yang menekan pelan. Entah, ini sudah hari yang keberapa.
Kuambil ponsel yang tergeletak tak jauh dari kasur yang memang kuletakkan begitu saja di lantai. Tidak ada pesan masuk seperti yang kuharapkan. Kubuka kembali satu-persatu aplikasi perpesanan, nihil. Pun demikian, aku juga tak tahu apa yang kucari.
Pikiranku kembali mengajak untuk bermain dengan imajinasi. Membayangkan hal-hal yang membantu untuk menggores hati. Sebuah hal bodoh untuk dilakukan saat aku kerap kesulitan masuk ke dunia mimpi. Tapi entah kenapa, sedikit dari diri ini mulai nyaman dengan rasa sesak yang beberapa hari ini menemani.
Sekali lagi aku melihat ke layar ponsel yang masih kugenggam. Thursday 20 Oct 04:22. Hanya itu tulisan yang ada. Tak ada notifikasi.
Nyaris pagi. Sepertinya tidurku hari ini harus tertunda dahulu.
“Sudah kepalang tanggung. Ayo bangun sekalian menunggu pagi,” ucapku pada diriku sendiri.
“Tapi bagaimana nanti kalau di kantor mengantuk, tidak bisa bekerja, kelelahan dan lain-lainnya?” tanyaku. Lagi-lagi kepada diriku sendiri.
Kembali terdiam, aku melihat ke sekeliling kamar berukuran 4 kali 3 meter. Gelap, lampu memang sengaja kumatikan. Tak ada orang lain di kamar itu, cuma ada aku dan diriku sendiri.
“Tidak apa, mari bangun. Nanti malam kita coba lebih baik lagi”
Aku menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan. Kucoba untuk duduk bersimpuh di lantai keramik putih yang baru minggu lalu kusapu bersih. Sekali lagi aku melirik layar ponsel. Masih tidak berubah, hanya penunjuk waktu yang sudah berganti.
“Hei kamu, jangan takut. Kamu tidak sendiri. Aku akan menjagamu, aku janji.” Sekali lagi aku mencoba menguatkan dirku sendiri.
Perlahan mulai bangun dan menyalakan lampu kamar. Sekali lagi aku melirik ponsel dari kejauhan.
“Aku janji,” gumamku di pagi itu sebelum kemudian membuka pintu kamar.
#WritingTherapy