Berkebun dan Berjualan Sayur Hidroponik

Panen Kebun Hidroponik di Rumah

Pertama kali saya mengenal teknik berkebun dengan cara hidroponik sekitar tahun 2015 akhir. Panjangnya waktu liburan di masa tugas belajar, ditambah dengan Ibu yang memasuki masa pensiun membuat saya iseng mencari aktifitas. Apalagi di belakang rumah memang ada sedikit lahan kosong yang biasa dipakai untuk meletakkan pot-pot tanaman.

Awalnya, saya mencoba memanfaatkan botol-botol dan ember cat bekas tak terpakai. Namun ternyata cara ini cukup rumit juga, karena saya harus mengecek air setiap botol secara berkala. Belum lagi karena botol dan ember yang lumayan ringan, seringkali tumpah atau jatuh diterjang angin atau kucing-kucing peliharaan.

Belajar dari situ, saya akhirnya memantapkan niat untuk sedikit lebih serius berkebun hidroponik. Maka saya mulai membeli beberapa peralatan untuk membuat rangkaian media tanam, mulai dari beberapa pipa PVC, bor listrik, mata bor kayu (holesaw), pompa-pompa dan lainnya. Dan dengan bermodalkan petuah YouTube, saya membuat rangkaian hidroponik pertama.

Oh iya, sedikit intermezo, hidroponik adalah teknik bercocok tanam dengan memanfaatkan air sebagai sumber utama untuk pemenuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Hidroponik bukan berarti tidak memanfaatkan tanah, karena ada beberapa petani yang masih menggunakan campuran tanah dan sekam bakar sebagai media tempat akar tumbuh. Lengkapnya tentang hidroponik bisa dibaca di Wikipedia ya.

Rangkaian pertama saya hanya memiliki sekitar 30-40 lubang tanam. Sementara untuk pompa air yang saya gunakan agak keren, memanfaatkan panel surya dan pompa DC. Untuk tanaman yang pertama saya coba adalah kangkung. Alasannya sederhana, kangkung adalah tanaman yang cukup ‘robust’ untuk tumbuh di segala medan. Jadi kemungkinan berhasil lebih besar.

Sekitar 30-40 hari kemudian, kangkung hidroponik saya sudah rimbun dan siap panen. Saya ingat ketika Ibu saya bilang kalau dia merasa sayang untuk memotong kangkung-kangkung itu, enak dilihat hijau dan segar. Saya cuma bisa tertawa saja.

Akhirnya kangkung-kangkung itu dipanen dan menghasilkan kurang lebih satu bak besar kangkung. Karena tidak mungkin dikonsumsi sendiri, dan belum ada pikiran untuk jualan, maka kangkung itu saya bagikan ke kerabat-kerabat dekat. Termasuk juga tetangga.

Setelah beberapa kali panen kangkung dan juga sawi pakcoi, kesibukan ternyata membuat rangkaian dan kebun hidroponik saya terbengkalai. Akhirnya rangkaian itu menganggur selama beberapa tahun lamanya tak terpakai. Padahal, saya sudah membeli dan menyiapkan beberapa pipa baru untuk membuat rangkaian kebun hidroponik yang lebih besar.

Saat era pandemi, saya mendapatkan kesempatan untuk work from home (base). Kesempatan ini saya gunakan pula untuk menyelesaikan dan memulai lagi kebun hidroponik yang terbengkalai. Tambahan perlengkapan macam bak besar untuk nutrisi, manifold pembagi aliran air, pompa yang lebih besar dan lain-lain yang dibutuhkan lengkap saya beli secara online.

Sekitar seminggu, rangkaian selesai saya buat dan benih baru sudah siap untuk dipindahkan ke lubang tanam. Kali ini total sekitar 200 lubang tanam dan semua diisi dengan sawi pakcoi. Alasannya sederhana, buat dikonsumsi harian bisa jadi sayur, lalapan, teman mie rebus atau juga bikin hot pot ala-ala resto di rumah. Selanjutnya karena saya harus kembali ke ibukota, perawatan tanaman hidroponik saya serahkan dengan keluarga di rumah.

Seperti pengguna media sosial pada umumnya, perkembangan sayuran hidroponik ini sering kami update di WhatsApp Story atau Instagram Story. Rupanya teman dan kerabat yang melihat sayuran-sayuran segar ini mulai merasa tertarik untuk konsumsi dan ingin membeli sayuran kami. Awalnya kami menolak, karena khawatir kualitas dan rasanya mengecewakan. Apalagi kami tidak pandai menentukan harga jualnya.

Setelah melalui chit-chat yang cukup panjang, akhirnya kami mengiyakan untuk menjual sayur-sayur hasil panen. Apalagi ternyata 200 lubang tanam itu panen secara bersamaan, menyebabkan stok sayuran kami menjadi terlalu banyak. Selanjutnya kami mengemas sayuran menjadi beberapa paket, agar lebih menarik dan terlihat ‘profesional’. Yah, tidak kalah kalau dibandingkan dengan sayuran di supermarket deh.

Tak disangka, semua sayuran tersebut ludes terjual. Kami hanya mengkonsumsi sekitar 2 atau 3 kali masak saja, sisanya ya dibeli oleh teman dan kerabat. Antara senang dan tidak percaya, kami langsung menyiapkan untuk masa tanam selanjutnya. Dan ketika kami lagi-lagi ‘pamer’ proses semai sawi pakcoy yang baru menetas dari bibit, ternyata teman-teman kami yang sebelumnya membeli langsung memesan kembali. Katanya sawi pakcoy hidroponik kami rasanya enak, renyah dan tidak pahit.

Dari situ, proses berkebun hidroponik rasanya menjadi semakin menarik dan menantang. Kalau awalnya hanya ingin sekedar panen dan bisa makan sayur hasil kebun sendiri, sekarang jadi ikut berusaha untuk mengejar efisiensi sumber daya dan memenuhi pesanan teman-teman. Bahkan si Anak Gadis ikut ambil bagian dengan meminta ‘pekerjaan’ yang digaji setiap ia membantu menyiapkan bibit atau mengemas pakcoi siap jual.

Saat, entah sudah proses masa tanam yang ke berapa di rangkaian hidroponik 200 lubang tanam itu. Mungkin saat saya menulis ini, sawi pakcoi itu akan panen sekitar 1 atau 2 minggu lagi dan sudah ada yang pesan beberapa paket. Ternyata, proses hobi berkebun yang iseng-iseng itu sudah masuk ke tahap yang lumayan menghasilkan juga.

Terkadang, jadi mulai terpikir untuk ekspansi yang lebih besar. Kebetulan ada tanah kosong tak terpakai di dekat rumah. Hmmm…..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here