Setelah menyelesaikan membaca dan membuat review buku Kedai 1001 Mimpi beberapa waktu lalu, saya sebenarnya belum punya rencana untuk membeli dan membaca kelanjutan ceritanya. Iya, buku Kedai 1001 Mimpi memang saya beli dan baca setelah Valiant Budi, si penulis, sudah menelurkan buku Kedai 1002 Mimpi. Alasannya sederhana, bulan ini saya sudah membeli beberapa buku. Uang jajan saya sudah menipis.
Tapi entah mengapa, selalu ada bayangan yang menggelayut untuk mampir ke toko buku untuk memboyong pulang lanjutan cerita Vabyo saat akan pulang ke Indonesia. Apakah dia berhasil pulang, atau dia memutuskan untuk berpindah ke Bahrain dan menjadi penari tiang. Apalagi toko buku adalah tempat yang setiap hari saya lalui saat pergi dan pulang kuliah. Hingga akhirnya saya salah parkir, dan buku Kedai 1002 Mimpi masuk juga ke rak buku. So, here we go!
Buku Kedai 1002 Mimpi sempat mengundang kesangsian (lagi) untuk saya. Di akhir buku sebelumnya, Vabyo menceritakan bagaimana dia akhirnya memutuskan untuk menjadi TKI pelarian dan kabur pulang ke Indonesia. Lalu jika dia pulang dan tidak lagi menjadi TKI, apa yang akan ditulisnya di buku ini. Hal yang menjadi misteri bagi saya, justru dijawab dengan tulisan dengan bagaimana Vabyo makin bersahabat dengan misteri-misteri lainnya.
“Orang sering menyangka bermeditasi adalah mengosongkan pikiran. Padahal yang benar adalah biarkan pikiranmu menjelajah. Amati apa yang kita lihat dalam benak.”
Secara umum, buku Kedai 1002 Mimpi mungkin kurang tepat jika dibilang menceritakan bagaimana Vabyo menjadi seorang TKI. Disini Vabyo lebih banyak menuliskan tentang bagaimana hidup yang harus ia jalani setelah menjadi mantan TKI yang dengan berani menuliskan sesuatu, yang mungkin banyak orang berharap hal tersebut tidak pernah ditulis. Tentu ada beberapa flashback tentang bagaimana ia menjalani hidupnya saat menjadi TKI. Tidak terlalu banyak, tapi cukup untuk membuat saya membayangkan bagaimana penulis hidup dalam bayangan mimpi buruk yang nyata.
“Berburuk sangka adalah kegiatan pengganggu hidup nomor dua setelah diare tapi nggak ada air di kamar mandi.”
Di buku ini, Vabyo tak hanya menuliskan tentang pengalaman dan cerita menghibur atau mengejutkan saja. Dia juga banyak menceritakan bagaimana dia berusaha kembali ke hidupnya yang normal, memulai sebuah usaha dan menjalani hari dengan was-was kapan si pengancam –yang ternyata ada didekatnya– akan kembali menghampiri. Mungkin Mas Vabyo harus bilang ke si pengancam, “Kau buatku gerah, Ini lebih dari sekedar rasa atau ilusi semata, kau buatku bergairah” sambil joget-joget ala boyband.
“Aku jadi belajar sesuatu. Bila telanjur dituduh menyeburkan diri, sekalian saja loncat indah!”
Menurut saya, buku Kedai 1002 Mimpi adalah sebuah karya yang tak kalah berani jika dibandingkan dengan buku sebelumnya. Memang dalam buku Kedai 1001 Mimpi, penulis mengambil resiko cukup besar karena harus menghadapi pihak-pihak yang merasa buku tersebut adalah fitnah dan pencemaran. Tapi di buku Kedai 1002 Mimpi, penulis justru mengambil resiko untuk kehilangan pembacanya. Mungkin terlalu berlebihan, tapi menurut saya menulis sebuah sekuel buku yang nyaris keluar dari plot buku pertama itu benar-benar berani. Untungnya, penulis berhasil mengemas semua cerita dalam sajian yang sangat menyegarkan pikiran. Bahkan dengan halus, Vabyo dapat mengkaitkan semua cerita tentang jalan hidupnya, dengan hal-hal ajaib yang dia peroleh selama menjadi TKI.
“Kondisi mental orang berbeda-beda dengan tingkat permasalahan yang berbeda pula.”
Saya tidak akan bilang kalau saya ngefans dengan mas Vabyo ini. Tapi saya suka dengan cara dia menceritakan pengalamannya. Saya tak kenal orangnya, walau ternyata orangnya sangat ramah di media sosial. Dan gara-gara bukunya, saya semakin kepengen ke Negeri David Beckham. Well done Mas Vabyo, teruskan berkarya!
“Karena bagi saya, dipuji atau dicaci maki, akan berkarya sampai mati”