Gunung Bromo, merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Jawa Timur yang menjadi tujuan bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Terletak di antara Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Probolinggo, gunung dengan ketinggian 2.392 meter dari permukaan laut ini dapat dengan mudah dituju menggunakan kendaraan umum maupun pribadi.
Bromo bisa dibilang menjadi salah satu target perjalanan dan spot fotografi yang sudah lama saya incar. Dan karena saat ini saya kebetulan sedang kuliah di Surabaya, maka saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mengunjungi gunung yang konon memiliki pemandangan sunrise yang sangat indah.
Perjalanan dari Surabaya menuju Bromo sebenarnya dapat ditempuh dengan menggunakan kereta atau bis langsung ke Probolinggo. Namun karena harus menjemput seorang kawan, maka kami memutuskan untuk memutar perjalanan menuju kota Malang terlebih dahulu. Baru dari Malang kami menuju Probolinggo.
Dari terminal di kota Probolinggo, ada angkutan pedesaan yang dapat mengantar anda ke perkampungan yang banyak penginapan untuk wisatawan. Ongkos angkutan desa itu sekitar 25 – 30 ribu rupiah (2012). Namun karena saat itu kami sudah terlalu sore sampai di Probolinggo, maka kami harus menyewa angkutan tersebut hanya untuk mengantar kami berlima. Uang yang kami keluarkan saat itu kalau tidak salah sekitar 250 ribu rupiah.
Sampai di lokasi sekitar pukul 9 malam, untungnya saya sempat menghubungi Pak Adi, salah satu pengurus penginapan di Bromo. Dan sayangnya, terjadi salah pengertian dari percakapan kami. Tadinya saya memesan 2 kamar untuk 5 orang, namun ternyata Pak Adi hanya menyiapkan 1 kamar saja, dan kamar lain sudah penuh. Tak apalah, toh hanya sebentar.
Setelah makan dan menyusun rencana untuk esok hari, maka sekitar pukul 11 malam kami langsung beristirahat. Dan tepat pukul 3 pagi, Pak Adi sudah membangunkan kami semua. Ya, harus cepat untuk dapat menikmati sunrise Bromo dari penanjakan.
Untuk sampai ke Penanjakan, kami memutuskan untuk naik motor yang disediakan oleh Pak Adi dan kawannya saja. Menyewa mobil jip buat kami terlalu mahal. Keuntungan lainnya, ketika mobil – mobil jip itu sedang antri untuk naik ke Penanjakan, motor kami dapat melalui kemacetan tersebut.
Setelah memarkirkan motor, kami masih harus mencari lokasi terbaik untuk dapat menikmati sunrise. Dan jalan yang dilalui bisa dibilang tidaklah mudah. Selain jalanan yang menanjak, tanah berdebu semakin diperparah dengan kuda yang berlari mendahului kami. Jadi kalau kamu mau ke Bromo, membawa masker itu sangat dianjurkan!
Dan perjuangan kami sampai di atas tidaklah sia – sia. Saat waktu sunrise tiba, kami dibuat kagum dengan sinar keemasan yang muncul perlahan di ujung timur. Sinar matahari pagi itu perlahan menerangi seluruh kawasan, dan menunjukkan keindahan pemandangan yang ada di Bromo.
Namun jujur, saya sepertinya datang di waktu yang kurang tepat. Sunrise Bromo pagi itu tampak seperti ada yang kurang, namun entah apa saya kurang tahu. Mungkin karena kami berkunjung ke Bromo saat itu saat bulan November, dimana sudah musim penghujan dan cenderung berawan. Dan sudah jadi kebiasaan, saya selalu lupa untuk mengambil foto ketika ada sebuah momen indah di depan mata.
Perjalanan pertama saya ke Bromo bisa dibilang cukup memuaskan. Tapi saya masih merasa kurang puas, dan ingin kembali lagi ke sana. Mungkin sembari menunggu cuaca cerah, sehingga saya dapat menikmati matahari pagi di Bromo dengan segala pesonanya.
[…] melakukan wisata dengan mengunjungi spot paling favorit yaitu pantai – pantai di Bali, menikmati sunrise Bromo, atau melakukan budaya daerah seperti […]
Fantastic banget tarif angkutannya bia mencapai 10 kali lipat dari tarif normal ya. Keindaham Bromo memang menarik perhatian banyak orang. Keren deh
Iya mas, kesorean soalnya. terpaksa bayar 1 mobil deh
Beruntung sekali jika bisa pergi kesana…Menikmati indahnya pemandangan gunung belum lagi padang pasirnya.
Indah sekali Bromonya… Biarpun berawan tetap memesona… Ih, pengen banget berkunjung ke sana… Semoga kesampaian. Salam 🙂
Iya mbak, apa yang dilihat langsung jauh lebih indah loh dibanding fotonya 🙂