Film berjenis sci-fi dengan tema-tema luar angkasa sebenarnya bukan favorit buat saya. Maka jangan heran ketika teman saya bertanya “kamu lebih suka Star Wars atau Star Trek?”, saya selalu dengan enteng menjawab “saya malah enggak tahu keduanya”. Iya, berbeda dengan anak-anak 90-an serta penggemar film kebanyakan, saya enggak pernah dengan serius menikmati kedua film tersebut.
Film Guardians of the Galaxy sendiri rilis sekitar akhir tahun 2014 lalu. Dan dari pertengahan tahun saya sudah melihat poster film ini tanpa ada ketertarikan untuk menonton. Nuansa fantasy yang kental dan unsur ‘galaxy’ disitu membuat saya sudah kehilangan selera. Bahkan saya enggak tahu kalau film ini adalah keluarga dari Marvel Cinematic Universe. Sampai beberapa hari lalu saya kehabisan stok film dan memaksakan diri untuk menonton film ini.
Jujur saja, dengan mindset awal yang memang sudah kurang tertarik, awal film tentu terasa cukup membosankan buat saya. Apalagi pembukaan film langsung dimulai dengan adegan menyedihkan tentang asal muasal si Peter Quill (Chris Pratt) atau si Star Lord yang menjadi salah satu tokoh utama si Guardian of The Galaxy ini. Untungnya kebosanan tersebut enggak bertahan terlalu lama. Lompat ke masa depan, petualangan Quill rupanya dapat memberikan suguhan aksi dan komedi yang menghibur tapi tidak berlebihan.
Anggota dari Guardian Of The Galaxy sendiri terdiri dari 5 orang (atau makhluk). Dari kelima tokoh tersebut, hanya Peter Quill yang memiliki potongan cerita tentang bagaimana dia bisa menjadi sosok yang diperankan. Sementar empat tokoh lainnya hanya disediakan bagian di mana mereka menceritakan kisah hidup mereka sendiri. Uniknya, kelima tokoh tersebut ternyata punya satu kesamaan, yaitu mereka yang terbuang dan terasingkan. Latar belakang tersebut yang secara ajaib akhirnya menyatukan mereka untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Setiap tokoh sepertinya mendapatkan pemeran yang sangat pas pula, karena mampu menjadi karakter yang kuat memerankan tokoh tersebut. Salah satunya adalah keputusan untuk menunjuk Bardley Cooper sebagai pengisi suara Rocket. Karena dari apa yang saya rasakan, Rocket sukses menjadi tokoh yang serius sekaligus konyol dengan logat dan celetukan khas ala Cooper.
Seperti film dengan nuansa pertempuran antar galaxy lainnya, tentu saja baku tembak dengan alat-alat canggih dan ajaib hadir di sini. Hampir setiap tokoh punya kemampuannya masing-masing. Setidaknya itu yang ditampilkan oleh Yondu, Ronan, Rocket dan juga Groot. Adegan dan pertempuran yang disajikan juga mengingatkan dengan film Iron Man, dimana celetukan dan adegan penuh tawa hadir di saat-saat yang cukup menegangkan.
Hal yang kurang saya sukai dari film-film antar galaksi seperti ini adalah banyaknya nama tokoh dan juga tempat yang harus dengan cepat saya ingat. Selain lima anggota Guardian Of The Galaxy, saya masih harus belajar tentang siapa itu Thanos, Ronan, Yondu, Nebula, Korath, Nova Corps dan lain lagi. Awalnya cukup membingungkan. Tapi beberapa tokoh dan tempat rupanya sudah pernah muncul di film Marvel lainnya, seperti Thanos dan juga The Collector.
Banyak yang menganggap kalau film Guardian Of The Galaxy ini akan menjadi salah satu film Marvel yang hanya akan mengisi kekosongan jeda diantara film-film Marvel lainnya. Pamor film ini saat rilis diramalkan akan tenggelam dengan gembar-gembor The Avengers cs. Sedikit atau banyak, mungkin ramalan itu ada benarnya. Buktinya saya kehilangan minat dan terlambat menonton film yang kabarnya akan kembali di timeline Marvel Cinematic Universe berikutnya ini beberapa waktu silam. Sedikit penyesalan mungkin, tapi membuat saya tertarik untuk menyaksikan sequelnya di bioskop kelak. Dengan banyaknya unsur hiburan dalam film ini, rasanya skor 8.4/10 cukup menggambarkan bahwa saya puas menyaksikan film dari genre yang saya tidak suka!