Meski bukan sebuah hal baru, tapi belakangan saya makin sering mendengar pro dan kontra cara melahirkan. Seringnya, saya mendengar hal yang lebih seperti “perempuan itu kalau belum melahirkan secara normal, belum jadi perempuan seutuhnya”. Dan saya jamin, anda juga sering mendengar kalimat seperti itu.
Hal seperti ini tak jarang justru membawa arah pemikiran orang, khususnya calon ibu muda, menjadi semakin ke arah tertentu. Saya gak bilang kalau keinginan kuat harus melahirkan secara normal itu salah, tapi saya mau bilang kalau melahirkan dengan cara operasi caesar juga gak ada salahnya kok. Sederhana saja, karena saya sudah mendampingi istri saat kelahiran anak pertama saya, dan saya ingin berbagi cerita tentang itu.
Melahirkan secara normal adalah keinginan semua orang, termasuk istri saya dan tentu saya. Selain dikarenakan itu adalah hal yang alami, sudah kodrat wanita, ditambah juga dengan fakta bahwa persalinan normal membutuhkan biaya yang lebih sedikit. Maka saya tentu mendukung semangat istri saya yang ingin melahirkan normal, dilanjut dengan IMD dan ASI eksklusif.
Sebagai suami dan calon ayah, saya bangga. Dan saya turut bangga jika melihat keinginan calon ibu, dukungan para dokter, dan semangat yang diberikan komunitas – komunitas agar para ibu memilih melahirkan secara normal. Tapi pertanyaannya, ketika kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa harus melahirkan dengan operasi caesar, apakah itu buruk?
Kata orang – orang yang melahirkan secara normal, mereka yang memilih operasi caesar itu bukan wanita utuh. Katanya, mereka adalah wanita yang lari dari kodratnya, takut untuk merasakan perjuangan melahirkan normal, dan ingin cari cara mudah melahirkan tanpa rasa sakit. Benarkah begitu? Mari kita lihat dari mata mereka yang melahirkan secara caesar.
Melahirkan dengan operasi caesar tidak melulu merupakan pilihan. Ada kondisi dimana ibu dan bayi dalam keadaan HARUS segera dipisahkan. Sebelumnya tentu si ibu dengan menitikkan air mata berbisik pada si bayi dalam perutnya untuk segera keluar dan menemuinya, karena ingin persalinan normal. Lalu dibantu dengan dokter yang memberikan induksi selama kurang lebih 12 jam untuk memancing si anak keluar. Tak sampai di situ, orang tua dan keluarga si calong orang tua juga ikut mendoakan, agar anaknya tidak perlu masuk ke ruang operasi.
Setelah 12 jam induksi tak membuahkan hasil optimal, maka dokter mengambil tindakan. Ibu yang mendengar itu mendadak lesu, takut dan kecewa. Ya, mereka bukan takut merasakan sayatan pisau bedah, mereka bukan kecewa karena harus di operasi, tapi mereka takut dan kecewa karena tidak bisa merasakan melahirkan normal. Merasakan sakitnya perjuangan melahirkan, sampai takut di olok bahwa mereka bukan wanita seutuhnya.
Selesai operasi YANG KATANYA TIDAK SAKIT, mereka masih harus melalui masa penyembuhan. Rasa sakit ketika duduk, berdiri apalagi berjalan. Butuh waktu berhari – hari agar mereka dapat kembali ke hidup normal mereka. Bahkan untuk menggendong bayi yang mereka tunggu, mereka harus dibantu dan didampingi. Sampai ketika harus ke kamar mandi untuk buang air, mereka juga merasakan sakit yang luar biasa. Dan mereka yang melahirkan normal, rasanya tidak selama ini proses pemulihannya…
Rasa khawatir juga muncul dari kondisi bayi yang mereka lahirkan. Meski saya tidak tahu dampak medisnya, tapi saya dan beberapa rekan yang istrinya diberi induksi ketika akhirnya harus di cesar, mengalami sedikit masalah kesehatan ketika baru di lahirkan. Si kecil awalnya tidak mau menangis, dan didiagnosa ada kelainan pada jantung. Untungnya setelah beberapa hari si kecil kembali normal, dan setelah di diagnosa ulang ternyata sehat.
Anak rekan saya yang serupa juga demikian. Si kecil kesulitan untuk buang air kecil, dan sedikit mengeluarkan darah. saya tidak tahu apakah hanya kebetulan, tapi kata dokter saat itu, ada alasan kenapa induksi hanya diperkenankan 12 jam saja.
Ketika saya menjenguk rekan saya tersebut kemarin, dia mengucapkan sesuatu yang membuat saya cukup miris. Katanya, “Gak apalah saya melahirkan caesar. Yang penting si kecil dah lahir. Nanti moga ada kesempatan untuk merasakan jadi wanita seutuhnya pas lahiran lagi”. Ya, saya benar – benar merasa aneh.
Entah dengan kalian dan mereka, tapi buat saya menjadi wanita seutuhnya itu bukan bagaimana kamu melahirkan. Tapi bagaimana kamu hidup, bersikap dan menjadi wanita. Apakah kalau wanita caesar itu lalu dia bukan wanita utuh? Apa kalau itu merupakan keharusan, juga menjadikan mereka wanita yang lari dari kodratnya?
Aneh. Melahirkan itu bukan tempat pembuktian dimana kamu adalah wanita utuh atau bukan. Melahirkan itu adalah tempat kamu berjuang, untuk kehidupanmu, keluargamu dan bayimu. Melahirkan itu bukan sekedar perjuangan ego untuk jadi wanita utuh. Kalau terus berfikir bahwa nanti dibilang tidak pernah merasakan menjadi wanita, maka kamu hanya memperjuangkan ego mu, tanpa memikirkan keselamatan si kecil.
Tidak ada salahnya berjuang untuk merasakan menjadi wanita yang seutuhnya dengan merasakan persalinan normal, tapi tidak akan pernah dibenarkan jika kamu memperjuangkan egomu, tanpa mempertimbangkan keselamatanmu dan bayimu.
Untuk semua wanita, yang sudah berjuang demi anaknya.